BAB II
PEMBAHASAN
2.1
GHIBAH
2.1.1 Defenisi Ghibah
Gosip atau menggunjing atau ghibah sepertinya saat ini
sudah menjadi hiburan dan juga komoditas ekonomi. Dari arti harfiahnya bisa
diartikan dengan informasi atau berita yang menghibur. Kegiatan menggunjing
atau ghibah menjadi hiburan yang sesungguhnya adalah perbuatan maksiat atau
dosa, sebagai komoditas ekonomi karena acara-acara gosip ini ditayangkan untuk
mendapatkan keuntungan dari para pemasang iklan.
Kalau kita lihat fenomena yang terjadi sekarang ini, orang tidak ada rasa
malu sedikit pun dalam menggosip atau menggunjing. Stasiun televisi pun
seolah-olah saling berlomba untuk menampilkan informasi-informasi gosip. Mereka
juga memoles acara tersebut sehingga seolah-olah menjadi acara prestig dan glamor,
bahkan mereka para penyaji pun seolah-olah merasa bangga.
• Secara Bahasa: Lawan dari nampak (Musytaq dari
al-ghib), yaitu segala sesuatu yang tidak diketahui bagi manusia baik yang
bersumber dari hati atau bukan dari hati. Jadi defenisi ghibah secara bahasa
adalah membicarakan orang lain tanpa sepengetahuannya baik isi pembicaraan itu
disenanginya ataupun tidak disenanginya, kebaikan maupun keburukan
• Secara
Definisi: Seorang muslim membicarakan saudaranya sesama muslim tanpa
sepengetahuannya tentang hal-hal keburukannya dan yang tidak disukainya, baik
dengan tulisan maupun lisan, terang-terangan maupun sindiran.[1]
.Sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa nabi SAW pada suatu hari bersabda:
َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه
وسلم قَالَ: ( أَتَدْرُونَ مَا اَلْغِيبَةُ؟ قَالُوا: اَللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا
يَكْرَهُ قِيلَ: أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اِغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ
فَقَدْ بَهَتَّهُ ) أَخْرَجَهُ مُسْلِم
Artinya: Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam bersabda: "Tahukah kalian apa itu ghibah." Mereka menjawab: Allah
dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda: "Yaitu engkau
menceritakan saudaramu apa yang tidak ia suka." Ada yang bertanya:
Bagaimana jika apa yang aku katakan benar-benar ada pada saudaraku?. Beliau
menjawab: "Jika padanya memang ada apa yang engkau katakan maka engkau
telah mengumpatnya dan jika tidak ada maka engkau telah membuat kebohongan
atasnya." Riwayat Muslim.[2]
Ghibah
adalah termasuk dalam dosa besar sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur’an.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا
كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا
يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ
مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
(artinya) : “Janganlah sebagian kalian menggunjing/ mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kalian memakan daging saudaranya yang telah mati ? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S.Al Hujurat : 12). [3]
(artinya) : “Janganlah sebagian kalian menggunjing/ mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kalian memakan daging saudaranya yang telah mati ? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S.Al Hujurat : 12). [3]
2.1.2 Peristiwa Ghibah Pada Zaman
Rasullulah SAW
Adapun peristiwa yang
menjadi fitnah yang sangat dahsyat pada zaman Rasulullah saw adalah Haditsat al
Ifki (peristiwa kedustaan) yang disebarkan oleh orang-orang munafik yang
menuduh Aisyah ra berselingkuh dengan salah seorang sahabat yang bernama
Shofwan bin Mu’athol. Mendengar fitnah tersebut Rasulullah SAW
mengklarifikasikan masalah tersebut dan turunlah jawaban dari Allah SWT yang
menyangkal fitnah tersebut dengan menurunkan 16 ayat dalam Qs An Nur : 11- 26.
Ini menunjukkan betapa dahsyatnya isu bohong yang disebarkan ditengah
masyarakat tanpa adanya tabayun terlebih dahulu. Ayat di atas sekaligus sebagai
teguran untuk massa media yang suka mengumbar isu.
2.1.3 Bentuk-bentuk
Serta Jenis-jenis Ghibah
- Aib dalam Agama
- Aib Fisik
- Aib Duniawi
- Aib Keluarga dll
2.1.4 Ghibah
Yang Diperbolehkan Dalam Islam
Di dalam Islam membicarakan kejelekan orang dibolehkan
dalam keadaan tertentu, tentunya dalam batas-batas yang dibutuhkan saja, tidak
boleh berlebih-lebihan di dalamnya.
2.1.5 Dampak
Ghibah Terhadap Masyarakat
Pelaku
ghibah sebagaimana yang disebutkan di dalam Qs Al Hujurat : 12, seperti orang
yang memakan bangkai saudaranya, tentunya yang mendengar dan menyetujuinya sama
dosanya dengan orang yang melakukannya. Dan jika ghibah sudah menyebabkan
menjadi trend di masyarakat, maka kehidupan mereka tidak akan tenang karena
satu dengan yang lainya sudah saling mencurigai dan membicarakan kejelekannya
masing-masing. Hubungan antara anggota masyarakat tertentunya terganggu dan pada akhirnya
terjadi tindakan anarkis di mana-mana yang menyebabkan hancurnya masyarakat
tersebut.
2.1.6 Cara Menghindari
Diri dari Sifat Ghibah
Penyakit yang satu ini begitu mudahnya terjangkit pada diri seseorang. Bisa
datang melalui televisi, bisa pula melalui kegiatan arisan, berbagai pertemuan,
sekedar obrolan di warung belanjaan, bahkan melalui pengajian. Untuk
menghindarinya juga tak begitu mudah, mengharuskan kita ekstra hati-hati.
1. Berbicara Sambil Berfikir
2. Berbicara Sambil Berzikir
3. Tingkatkan rasa Percaya Diri
4. Buang Penyakit Hati
5. Posisikan Diri
6. Hindari, ingatkan, diam atau pergi
2.2 HASUD
َوَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا
تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ
وَكُونُوا عِبَادَ اَللَّهِ إِخْوَانًا اَلْمُسْلِمُ أَخُو اَلْمُسْلِمِ لَا
يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ اَلتَّقْوَى هَا هُنَا وَيُشِيرُ
إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ بِحَسْبِ اِمْرِئٍ مِنْ اَلشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ
أَخَاهُ اَلْمُسْلِمَ كُلُّ اَلْمُسْلِمِ عَلَى اَلْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ
وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ ) أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah kalian saling hasut
saling najsy (memuji barang dagangan secara berlebihan) saling benci saling
berpaling dan janganlah sebagian di antara kalian berjual beli kepada orang
yang sedang berjual beli dengan sebagian yang lain dan jadilah kalian
hamba-hamba Allah yang bersaudara. Muslim adalah saudara muslim lainnya ia
tidak menganiaya tidak mengecewakannya dan tidak menghinanya. Takwa itu ada
disini -beliau menunjuk ke dadanya tiga kali- Sudah termasuk kejahatan
seseorang bila ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim bagi muslim
lainnya adalah haram baik darahnya hartanya dan kehormatannya." Riwayat
Muslim. [4]
Hasad artinya menaruh perasaan marah
(benci, tidak suka) yang berlarut-larut terhadap keberuntungan orang lain.
Sikap dengki biasanya merupakan akibat dari memelihara sifat iri, sehingga
sifat dengki ini sudah mengarah kepada perbuatan yangmencerminkan kemarahan dan
perselisihan.
2.2.1
Cara Menghindari Hasad
1. Kembangkan sikap
positif, simpati, dan mau mengakui kelebihan serta kekuranganorang lain.
2. Belajarlah dari
kelebihan keberhasilan orang lain, karena Allah SWT memberikan potensi
kepada setiap orang untuk dapat berkembang dan berprestasi.
3. Perbanyaklah berzikir
krpada Allah SWT agar hati kita senantiasa dijaga dan dibersihkan dari rasa iri
dan hasad.
4. Kembangkan sikap
positif, simpati, dan mau mengakui kelebihan serta kekuranganorang lain.
5. Belajarlah dari
kelebihan keberhasilan orang lain, karena Allah SWT memberikan potensi
kepada setiap orang untuk dapat berkembang dan berprestasi.
2.3 LARANGAN MEMAKI
َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اَللَّهِ ( اَلْمُسْتَبَّانِ مَا قَالَا فَعَلَى اَلْبَادِئِ مَا لَمْ
يَعْتَدِ اَلْمَظْلُومُ ) أَخْرَجَهُ مُسْلِم
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu
bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Dua orang yang
saling memaki itu seperti apa yang mereka katakan namun kesalahan ada para
orang yang memulai selama orang yang mendapat makian tidak melewati batas
(dalam membalas makiannya." Riwayat
Muslim. [5]
Orang yang suka mencaci seorang muslim, semua amal kebaikan yang
dilakukannya akan sia-sia. Seperti disebutkan dalam sebuah hadis, “Rasulullah
SAW ditanya, “Wahai Rasulullah, jika ada seorang wanita yang melakukan shalat
malam, siang harinya ia berpuasa, tetapi ia menyakiti tetangganya dengan
lisannya?” Rasulullah SAW menjawab, “Tiada kebaikan sedikitpun dalam amal
perbuatannya, dan ia kelak akan masuk neraka.”( HR. Al Hakim, Ibnu Hibban dan
Ahmad)
perbuatan mencaci sesama muslim merupakan perbuatan dosa, yang
akibatnya juga buruk, yaitu terhapusnya amal kebaikan. Maka sudah semestinya
kita bisa menjauhi perbuatan itu, yakni dengan memohon kepada Allah SWT, agar
Dia menghilangkan segala prasangka di hati kita terhadapat sesama muslim
lainnya.[6]
َوَعَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا-
قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا تَسُبُّوا
اَلْأَمْوَاتَ فَإِنَّهُمْ قَدْ أَفْضَوْا إِلَى مَا قَدَّمُوا ) أَخْرَجَهُ
اَلْبُخَارِيُّ
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah mencaci
maki orang yang telah meninggal dunia sebab mereka telah menerima balasan
terhadap apa yang mereka perbuat." Riwayat Bukhari.[7]
Dari Hadits diatas
menunjukkan bahwa haram hukumnya mencaci maki atau mencela orang-orang yang
sudah mati. Hadits tersebut bersifat umum sehingga mencakup kaum Muslimin dan
orang-orang kafir juga.
Tidak ada gunanya
mencela, mencacimaki, menjelek-jelekkan kehormatan, mengungkit-ungkit kejahatan
dan perbuatan-perbuatan mereka sebab hal itu terkadang berimplikasi terhadap
keluarganya yang masih hidup, yaitu menyakiti hati mereka.[8]
2.4 Fitnah
2.4.1
Pengertian fitnah
Fitnah adalah membicarakan keburukan orang lain
padahal orang yang dibicarakan tidak benar sesuai dengan keburukan yang dibicarakan.
Intinya membicarakan keburukan orang lain yang tidak benar demikian. Berikut
saya kutipkan dari wikipedia
Fitnah merupakan komunikasi kepada satu
orang atau lebih yang bertujuan untuk memberikan stigma negatif atas
suatu peristiwa yang dilakukan oleh pihak lain berdasarkan atas fakta palsu
yang dapat memengaruhi penghormatan, wibawa, atau reputasi seseorang. Kata “fitnah” diserap
dari bahasa Arab, dan pengertian aslinya adalah “cobaan” atau “ujian”.
2.4.2 Makna
Fitnah Sebenarnya Menurut Islam
Pasti kita sering mendengar dari ucapan saudara seiman yang bilang “Fitnah
lebih kejam dari pembunuhan” bahkan hadits tersebut sekarang bukan diucapkan
oleh orang islam saja, melainkan sudah menjadi sebuah ungkapan yang lumrah di
Indonesia oleh agama manapun. Sekali itu membuktikan bahwa Hadits dan Alqur’an memang tiada duanya. Namun
dari sisi arti tersebut adalah sebagian besar salah tempat menggunakannya.
Karena justru dalam islam fitnah itu lebih kepada cobaan, ujian. Jika menilik
azbabun nuzul turunnya ayat tentang fitnah maka sudah jelas tempat kita
menggunakan dalil alqur’an selama ini adalah keliru
Al Qur’an surat Al Baqoroh
(2) ayat 191 tercantum kalimat “Wal fitnatu asyaddu minal qotli….” yang artinya
“Dan fitnah itu lebih sangat
(dosanya) daripada pembunuhan..”.
Kemudian
juga di surat Al Baqoroh (2) ayat 217, disebutkan “Wal fitnatu akbaru minal
qotli…” yang artinya
“Fitnah itu lebih besar (dosanya)
daripada pembunuhan..”.
Ayat ini
turun ketika ada seorang musyrik yang dibunuh oleh muslimin di bulan haram,
yakni Rajab. Muslimin menyangka saat itu masih bulan Jumadil Akhir. Sebagaimana
diketahui, adalah haram atau dilarang seseorang itu membunuh dan berperang di
bulan haram, yakni bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram
Melihat salah seorang kawan mereka dibunuh, kaum musyrikin memprotes dan
mendakwakan bahwa Muhammad telah menodai bulan haram. Maka turunlah ayat yang
menjelaskan bahwa kemusyrikan dan kekafiran penduduk Makkah yang menyebabkan
mereka mengusir muslimin dan menghalangi muslimin untuk beribadah di Baitullah
itu lebih besar dosanya daripada pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang
beriman.[9]
Dan tidak akan masuk surga orang yang suka menfitnah.
Rosululloh saw. Bersabda:
َوَعَنْ حُذَيْفَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ قَتَّاتٌ )
مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Dari Hudzaifah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak akan masuk surga orang
yang suka memfitnah." Muttafaq Alaihi
2.4.3 Hal-hal yang
Perlu Dilakukan Ketika Mendapat Fitnah
Bila kita mendapat fitnah, maka ada beberapa langkah yang dilakukan,
yaitu :
- Sabar dan tenang dalam menghadapi fitnah
- Mempunyai keberanian untuk mengungkapkan kebenaran yang sesungguhnya
- Melakukan cek & ricek ( bertabayun )
- Mengusahakan perdamaian
- Berdoa kepada Allah[10]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah di uraikan pada
makalah tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa ghibah:
Secara Bahasa: Lawan dari nampak (Musytaq dari
al-ghib), yaitu segala sesuatu yang tidak diketahui bagi manusia baik yang
bersumber dari hati atau bukan dari hati. Jadi defenisi ghibah secara bahasa
adalah membicarakan orang lain tanpa sepengetahuannya baik isi pembicaraan itu
disenanginya ataupun tidak disenanginya, kebaikan maupun keburukan
• Secara Definisi: Seorang muslim
membicarakan saudaranya sesama muslim tanpa sepengetahuannya tentang hal-hal
keburukannya dan yang tidak disukainya, baik dengan tulisan maupun lisan, terang-terangan
maupun sindiran
3.2 Saran
Dari
pengamatan yang di lakukn penulis, penulis dapat memberi saran yaitu:
3.2.1 Marilah kita berusaha menjahui yang namanya sifat-sifat tercela di
atas.
3.2.2 Jangan banyak bicara yang
tidak ada manfaatnya.
3.2.3 Perbanyaklah dzikir pada alloh
DAFTAR PUSTAKA
Ø
BULUGHUL MARAM MIN ADILLATILL AHKAM
Ø http://www.dakdem.com/bengkel-hati/18-ilmu-islami/359-ghibah-gosip-jenis-bentuk-dan-hukum
Ø http://www.salafy.or.id/
Ø
http://hjarshad.blogspot.com/2010/08/pengertian-fitnah-menurut-al-quran-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar